Sabtu, 02 Mei 2009

Pak Tua

Rudi:
Pak, Boleh diriku bertanya?

Pak Tua:
ya Nak.

Rudi:
Bapak ini aneh, kenapa Bapak memakai pakaian putih sebanyak beberapa lapis. Tidakah itu percuma?

Pak Tua:
Yah, aku memakai kain kafan putih. warna putih lah yang suci. Yang bersih. Dan hanya dengan putih ini lah akhir hidup kita.

Rudi:
Lantas mengapa pakaian Bapak beberapa lapis.

Pak Tua:
Aku memakai 7 lapis, tak sadarkah kau bahwa aku ini serakah.

Rudi:
Maksud Bapak?


Pak Tua:
Aku memakai pakaian putih yang berlapis. Walau bersih, namun serakah tetaplah serakah. Warna putih yang tampak hanya untuk menutupi keburukan yang ada dibaliknya. Mungkin inilah yang sering kita lakukan.

Rudi:
Benar. Aku juga seperti itu.

Pak Tua:
Tidak apa Nak, Hampir semua manusia seperti itu.

Rudi:
Tidak semuanya Pak.

Pak Tua:
Kamu belum mengetahui apa yang ada dibalik jubah Nak. Tragisnya, orang-orang lebih menghargai orang yang berpakaian putih itu, tanpa melihat si pemakainya sendiri.

Rudi:
Sayang sekali ya Pak...

Pak Tua:
Memang. Aku sendiri lebih suka melihat orang dengan yang memakai selapis pakaian kumal, namun tak ada yang disembunyikan.

Rudi:
Karena memang dia tak bisa sembunyikan apapun.

Pak Tua:
Namun Harus kuakui, bagaimanapun yang berpakaian kumal berusaha, namun yang berpakaian putih yang dipandang orang-orang.

Rudi:
Bahkan dia memakai baju kumal karena baju lainya direbut oleh orang yang berbaju putih. Dan dipakai dibawah baju putihnya. Begitukah Pak?

Pak Tua:
Kau benar Nak.

Rudi:
Aku malu Pak. Aku mempunyai banyak kesalahan.

Pak Tua:
Saat kau bilang dirimu salah. Saat itulah kamu memandang ke arah kebenaran.

Rudi:
Pak, aku malu. Aku melihat ketidakbenaran, namun aku tidak bisa membenarkan. Aku malu Pak, aku hanya seperti daun kering diatas air itu. Terombang-ambing oleh arus sungai yang akan membawanya ke laut. Laut dengan ombak yang lebih besar.
Aku malu pak, aku belum bisa menjadi orang yang berguna bagi bangsa, negara dan agamaku.

Pak Tua:
Nak, tegakan kepalamu. Tengoklah ke atas.

Rudi:
Ya Pak, diatas adalah langit biru. Cerah. Tak ada awan yang melintasinya. Bersih. Tak ada apapun.

Pak Tua:
Pandanglah, pandanglah apa yang ada di baliknya.

Rudi:
Memandang?

Pak Tua:
Ya. Jangalah kau menggunakan mata itu. Tapi gunakan mata lain yang telah dikaruniaka-Nya.
Nak, dibalik langit biru terdapat kegelapan. Namun disana pula terdapat miliaran bintang yang mungkin lebih terang dari matahari yang kita bangga-banggakan.

Rudi:
Namun, belum ada yang bisa menjangkaunya.

Pak Tua:
Tidak nak. Cukup kau menunjuk satu bintang. Itu akan memberimu semangat. Janganlah lebih, atau kau akan mati karena keserakahanmu.

Rudi:
Benar Pak, diatas sana memang ada banyak bintang yang mungkin tak ada yang tahu banyaknya.

Pak Tua:
Tidak Nak, segala sesuatu ada batasnya. Batas itu ada di fikiran kita.

Rudi:
Kita memang diciptakan begitu terbatas. Begitu kecil. Mampukah aku membuat sesuatu yang besar?

Pak Tua:
Semuanya memang terbatas karena ketidak terbatasan hanyalah Milik-Nya. Yakinlah bahwa garis sejajar juga akan berpotongan. Itu hanya karena sebuah perubahan kecil. Kau memiliki perubahan itu Nak, kau bisa.

Rudi:
Namun perubahan kecil yang itupun sulit dilakukan. Aku hanya makluk tak berdaya.

Pak Tua:
Yah, karena dengan ketidakberdayaan kita membutuhkan Sang Mukhalafatul Lil Qawadishi.
Jangan biarkan dirimu melayang di angin yang kabur. Bahkan angin sepoi-sepoi juga bisa menjadi badai. Kau memiliki sayap-sayap yang Kokoh. Terbanglah ke Harapanmu dengan Usahamu.

Rudi:
Sebentar Lagi aku akan Perang. Perang kehidupan. Mungkin aku akan bertemu lagi dengan orang-orang yang menghargai baju putih. Hanya baju putih. Namun aku tak tahu Pak, apa sayapku cukup kokoh. Namun Pak, Tentu Saja aku memiliki harapan pulang dari perang dengan senyum kemenangan.

Pak Tua:
Bangunkan Orang-orang yang hanya mengagungkan si baju Putih. Yah, Harapan itulah yang diperlukan.

Rudi:
Namun yang ada peperangan untuk kesia-siaan. Pengorbanan untuk harapan semu.

Pak Tua:
Di alam ini tak ada yang sia-sia. Lihatlah daun-daun tua yang berguguran itu. Apa Kamu pikir itu kesia-siaan. Tidak. Daun tua yang gugur akan memberikan kesempatan bagi daun muda yang akan tumbuh. Juga untuk tunas-tunas segar yg lebih berguna. Apa kamu kira daun yang jatuh ke Tanah juga sia-sia? Tidak! Mereka juga memberikan manfaat bagi pohon yang telah menumbuhkannya.

Rudi:
Dan aku hanya bisa menjadi daun yang gugur itu

Pak Tua:
Aku lebih suka menjadi daun yg gugur daripada menjadi hal yang tiada berguna. Menjadi daun yg bergantung di dahan. Hanya menjadi beban bagi daun-daun lain.
Berdirilah sekarang.
Mulailah berperang Bersiaplah menyambut pergulatan.
Dan Mulailah dari memerangi dirimu sendiri.

Rudi:
Pak, mungkin saatnya aku mengakui kelemahan diriku sendiri.

Pak Tua:
Benar. Tapi biarlah itu menjadi rahasia antara kamu dan diri kamu. Dan yakinlah bahwa kamu bisa.

1 komentar:

  1. wah mumet.....................................................................................................................

    BalasHapus

Template Design by SkinCorner | Supported by Templates Zone Based on WP and Blogspot Themes